04 November 2010

ANARKISME SEBAGIAN PEMUDA

Oleh Dadang Kusnandar

SEBAGAI warga Cirebon saya agak malu atas publikasi media menyoal Cirebon. Wilayah pantai utara Jawa Barat itu menjadi headline jika ada kekerasan sebagian pemuda. Bentuknya tawuran antar kampung, genk motor, perampokan bersenjata, dan sejenisnya hingga menelan korban jiwa.

Awal Oktober 2010 terjadi perkelahian antarkampung, Cangkol berhadapan dengan Kesunean. Apakah hanya karena soal kecil maka tawuran mudah tersulut? Atau adakah faktor lain sehingga kedua warga kampung yang hanya dibatasi jembatan saja bagai menyimpan bara?

Dalam bincang malam di rumah saya Minggu 24/10/10, Erwin R Josandi Ketua KNPI Kota Cirebon, ia memberi contoh 'obat' anarkisme. Meski belum jadi peredam, katanya ketika pemda memberi stimulan dana kepada Majelis Ta'lim. Anarkisme pemuda dua kampung bertetangga itu pada 2003 - 2008 agak reda. Mereka sibuk berpikir dan mengagendakan acara keagamaan. Mereka yang tidak terlibat dalam acara rohani itu, sedikitnya malu melakukan anarkisme.

Memang ada friksi ketika uang stimulan turun tapi tidak memicu perkelahian antar kampung. Repotnya banyak Majelis Taklim fiktif yang dibuat hanya untuk memperoleh dana. Maka pemerintah menyetop dana bantuan tersebut pada 2009. Cara lain, menurut budayawan cirebon Nurdin M Noer, ketika Cirebon dipimpin Walikota Tatang Suwardi, menggelar lomba tinju tingkat kota. Pesertanya para pemuda yang ingin melampiaskan machoisme secara positif. KONI Cirebon bergiat menggelar event tahunan ini. Dan piala disediakan oleh TNI AL (Lanal Cirebon). Dua kampung berseteru itu lokasi dengan markas Lanal Cirebon. Nurdin berasumsi sebaiknya lomba tinju dihidupkan kembali.

Cirebon tahun 1970-an adalah tahun ketika perkelahian antar genk menguat, namun perlahan susut melalui olah raga tinju. Hingga 1981 saya bahkan pernah ikut jadi penjaga tiket tinju yang diadakan KONI Cirebon bersama BRI. Artinya ada keinginan memasyarakatkan tinju (bukan meninju masyarakat) sebagai wahana pengganti tawuran antar genk.

Perkelahian antargenk biasa berlangsung karena masalah kecil dan tidak penting. Anak kolong (asrama tentara) berhadapan dengan genk kampung lain. Namanya pun ada seram : Genk Peti Mati! Pesisir pada masa kecil saya suka berantem dengan anak kolong. Lantaran teman kecil saya beberapa diantaranya anak kol�ng dekat rumah (bisa juga karena teman SD), tahun 1975 saya sempat dipukul anak pesisir. Waktu itu saya main ke rumah teman SD di Syekh Magelung, depan Pasar Pagi. Tiba-tiba, lelaki remaja memukul kepala dan mengenai telinga kiri, sambil berkata, "Kamu anak asrama!" Dia memukul lantas lari. Saya tidak mengejar bahkan melarang teman SD yang hendak mengejar dan "lapor" kepada kakaknya.

Tatang Suwardi saat itu boleh dikatakan berhasil mengeliminir anarkisme sebagian pemuda cirebon. Ring tinju jadi sasana dan ajang uji keperkasaan serta taktik. Anak-anak berprestasi di ranah olah raga. Tidak baku hantam dan lempar batu, bahkan panah sesama pemuda. Pemuda yang seharusnya dipersatukan, entah oleh Sumpah Amukti Palapa yang diucapkan Gadjah Mada maupun oleh Sumpah Pemuda 1928.

Citra kekerasan masyarakat pantura Jawa Barat sudah saatnya berubah jadi citra lembut. Marah berganti ramah, sebagaimana ciri kelembutan orang timur (baca : Indonesia). Penerus/ keturunan pasukan Sultan Agung Mataram paska kalah perang di Batavia 1628-1629 dan tersebar di pantura Jawa Barat itu, sudah saatnya mengembalikan kelembutan budaya Jawa.

03 November 2010

Peringatan Hari Sumpah Pemuda Tahun 2010


Peringatan Hari Sumpah Pemuda Tahun 2010 Tingkat Kota Cirebon dilaksanakan di Alun-Alun Kejaksan dengan mengadakan upacara bersama. Dalam kesempatan tersebut Walikota Cirebon Subardi SPd selaku Inspektur Upacara menyerahkan bantuan kepada KNPI Kota Cirebon berupa sebuah mobil operasional dengan sistem pinjam pakai.

Dodi Solihudin, 28 Oktober 2010

10 Agustus 2010

Mahasiswa Kritisi Penggunaan Dana Cukai Rokok

4 Feb 2010 17:14 - Raharjo

CIREBON : Sejumlah mahasiswa, Gerakan Mahasiswa Perjuangan (GMP) Cirebon melakukan aksi demo didepan kantor walikota Cirebon. Mereka menuntut kejelasan penggunaan dana bagi hasil cukai tembakau senilai Rp8,1 miliar.

Aksi dilakukan setelah dianggap pemerintah Kota Cirebon terkesan menutupi penggunaan dana miliaran rupiah tersebut.

"Sejak diluncurkan, OPD sepertinya kebingungan untuk melaksanakan program dari dana itu," kata salah satu pendemo dalam orasinya.

Dalam aksinya mereka meminta agar walikota bertanggungjawab atas transparansi penggunaan dana cukai. Audit penggunaan dana cukai juga harus dilakukan.

"Kami akan terus mengawasi penggunaan dana cukai rokok tersbeut karena rawan penyelewengan." (BC-11)

19 Juli 2010

Perwali Bunuh Sekolah Swasta

Hasil Rapat, FKKSS Berencana PTUN-Kan Perwali PPDB

KESAMBI – Akibat PPDB tahun ini, nasib sekolah swasta nyaris di ujung tanduk. Ungkapan keprihatinan mendalam itu disampaikan Forum Komunikasi Kepala SMP/MTS (FKKSS) Se-Kota Cirebon, Agus Sunandar SPd. Menurutnya, Perwali PPDB Nomor 15 tahun 2010 itu telah membunuh sekolah swasta. “Perwali ini telah membunuh sekolah swasta,” ujarnya, Kamis (15/7).
Bagi Agus, akibat Perwali dan pelaksanaan PPDB tahun ini, sebagian besar sekolah-sekolah swasta sudah dalam kondisi kolaps. Pasalnya, tidak sedikit siswa yang telah mendaftar ke sekolah swasta, namun mendaftar lagi ke sekolah negeri dan diterima di negeri. Padahal saat itu pendaftaran PPDB telah ditutup.
“Saya tidak tahu kenapa kok bisa begitu. Padahal sudah jelas pendaftaran sudah ditutup,” terangnya kepada koran ini saat ditemui di ruang kerjanya di SMP Widya Utama.
Menurutnya, kehancuran sekolah swasta jauh-jauh hari sudah dikhawatirkan para pengelola sekolah swasta dengan pemberlakuan kuota 90:10. Sebab, pada mulanya siswa yang menimba pendidikan di sekolah swasta, sebagian besar berasal dari siswa Kota Cirebon. Sedangkan luar kota sangat sedikit. Sementara di sekolah negeri siswa luar kota mulanya sebesar 40 persen. Artinya, kuota ini sama saja tidak memberi kesempatan sekolah swasta untuk maju.
”Sekarang harapannya kan bagi yang tidak tertampung di negeri, siswa bisa bersekolah di swasta. Tapi praktiknya tidak, yang tersisa itu masih juga diambil sekolah negeri. Setelah pengumuman kelulusan, penerimaan masih saja dilakukan. Apakah negeri passing grade-nya berubah setelah pengumuman, atau melakukan dengan cara lain, yang saya sendiri tidak mengerti cara apa itu,” ungkapnya.

Tidak kalah penting, kata dia, Perwali dibuat tanpa dasar hukum yang detail. Perwali itu adalah bentuk diskriminasi pendidikan. Padahal pasal 2 ayat 1 UU Sisdiknas berbunyi, Pemda wajib memberi pelayanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan bermutu, bagi setiap warga negara, tanpa diskriminasi. Pasal 4, 5 dan 6 UU Sisdiknas juga menyiratkan seperti itu.

Lebih parah lagi, sambung Agus, Perwali sudah bertabrakan dengan UUD 1945 pasal 31 ayat 1 dan 2. Sudah diketahui secara luas, bahwa pembiayaan pendidikan di setiap daerah tidak melulu dibiayai oleh daerah, justru mayoritas didanai APBN dan APBD Provinsi. Lalu bagaimana dengan anak-anak Kota Cirebon yang bersekolah di luar Kota Cirebon, berkuliah di banyak daerah di nusantara.
”Boleh semangatnya otonomi. Tapi jangan lupa bingkainya tetap NKRI. Pengelola kota ini harus tahu dan sadar akan itu. Peraturan yang di bawah tidak boleh berlawanan dengan peraturan yang lebih tinggi,” ucapnya.
Menyikapi kondisi ini, Agus mengatakan dalam rapat FKKSS tentang evaluasi PPDB kemarin, sempat mencuat wacana untuk mem-PTUN-kan Perwali. Wacana ini juga telah mendapat dukungan dari para guru-guru swasta, karena ini menyangkut nasibnya. ”Tolong dengar wahai pemimpin kota ini. Lihat langsung di bawah sini,” pungkasnya.

Terpisah, Wakil Ketua Bidang Politik dan Kebijakan, DPD KNPI Kota Cirebon, Hartoyo mengatakan bercermin dari keadaan yang ada, sangat mendesak untuk mengevaluasi Perwali. (hen)

04 Juli 2010

KNPI Desak Pembatasan Warga Luar Kota Dicabut

Radar Cirebon
Sabtu, 3 Juli 2010

Lemahwungkuk-Eksodus warga Kabupaten Cirebon dengan membuat kartu keluarga (KK) agar bisa bersekolah di Kota Cirebon, menjadi perhatian masyarakat.
Pengurus DPD KNPI Kota Cirebon, Hartoyo menilai kebijakan Walikota melakukan pembatasan siswa dari luar daerah adalah kebijakan yang salah. karena bagaimanapun pendidikan adalah hak dasar bagi setiap warga negara, tidak terkecuali warga Kabupaten Cirebon yang ingin bersekolah di kota. "Kalau kondisinya seperti ini, berarti Walikota telah membuat kebijakan yang salah dan melanggar HAM." ungkapnya.
Menurut Hartoyo, mengacu kepada UUD 45, setiap warga negara punya hak mendapatkan pengajaran dan tidak pernah mengenal batas wilayah. Malah dalam Islam juga menganjurkan umat Islam untuk menuntut ilmu hingga ke negeri China dan tidak pernah ada pembatasan wilayah.
Melihat kondisi demikian, pria kelahiran Semarang ini mendesak Walikota untuk mencabut kebijakan pembatasan siswa. Jika tetap diterapkan, sambungnya. Maka Walikota yang diusung PDIP ini jelas menyalahi Undang-undang.
"Kami menuntut aturan pembatasan siswa dari luar daerah untuk dicabut." desaknya.
Pihaknya juga mendesak Gubernur untuk turun tangan dan meminta perwali tersebut dicabut. karena pendidikan bersifat universal dan tidak boleh dipersempit.
banyaknya warga luar daerah yang membuat KK (kartu keluarga) sebenarnya bukan warga yang salah. Kondisi ini muncul akibat sebuah aturan yang salah hingga terjadi eksodus penduduk ke Kota Cirebon." ujarnya.
Sebelumnya, Kabid Kependudukan Maman Firmansyah saat ditemui diruang kerjanya membenarkan kesibukan Disdukcapil sejak pertengahan Juni semakin meningkat. Hal ini disebabkan banyaknya anak-anak usia sekolah dari Kabupaten yang mengajukan pindah ke kota dengan alasan untuk bisa tetap melanjutkan sekolah ke kota.
"Peningkatan pembuatan KK ini akibat banyaknya warga yang pindah ke sini untuk mengurus KK. dan KK menjadi salahsatu persyaratan mendaftar ke sekolah bagi mereka yang bukan dari luar Kota Cirebon." ungkapnya.
Menurut pria berkacamata ini, karena banyaknya yang mengajukan KK pindahan, pihaknya tidak hafal angka pastinya. Namun dirinya menegaskan pengajuan pembuatan KK jumlahnya mencapai ratusan dan pekan-pekan ini menjadi hari-hari yang menyibukkan bagi Disdukcapil.
Pengajuan pindah untuk bersekolah di Kota Cirebon dengan membuat KK sebenarnya legal, tapi dampaknya tetap saja mereka menikmati anggaran pendidikan di Kota Cirebon.
Sekdes Desa Pamengkang Kecamatan Mundu, Hendra Rusnandar membenarkan warganya yang akan melanjutkan sekolah ke Kota Cirebon banyak yang mengajukan surat pindah. Kepindahan mereka rata-rata untuk bisa bersekolah di kota, meskipun pada perjalanannya nanti mereka tetap tinggal di Desa Pamengkang.
"Warga mengajukan surat pindah dan numpang KK di saudara mereka yang di kota, tetapi itupun hanya bersifat administratif saja. kenyataannya nanti mereka tetap tinggal disini(Pamengkang.red)." pungkasnya. (abd)

29 Juni 2010

Tujuh Kepala Daerah Dapat KNPI Award

Selasa, 15 Juni 2010 | 17:19 WIB

BANDUNG, TRIBUN - Tujuh kepala daerah, yakni Wali Kota Bandung, Bupati Karawang, Wali Kota Cirebon, Bupati Kabupaten Bandung Barat, Bupati Sumedang, Bupati Purwakarta, dan Wali Kota Bekasi, mendapat KNPI Award dalam acara pembukaan rapat kerja daerah DPD KNPI Jabar di aula barat Gedung Sate, Selasa (15/6).
Ketua panitia, Hotma Agus Sihombing, mengatakan bahwa kehadiran para kepala daerah merupakan simbol dukungan dan konsistensi pemerintah dalam rangka memajukan para pemuda. Dan, katanya, pemberian penghargaan sebagai bukti dari dukungan nyata yang telah diberikan oleh enam kepala daerah tersebut.
Di tempat yang sama Wakil Gubernur Jabar, Dede Yusuf, berpesan dalam acara pemuda ini agar perannya mampu menjadi agen perubahan dan informasi untuk masyarakat terutama usia perkawinan usia yang masih banyak dilakukan dalam umur yang masih remaja.
"Pemuda harus menjadi agen perubahan di masing-masing wilayah," kata Dede.
Ketua DPD KNPI Jabar Dian Rahadian mengatakan pemberian penghargaan akan dilakukan setiap tahun. Penilaian diberikan kepada KNPI wilayah kabupaten/kota masing-masing. (Tantan)